Mitigasi Gempa Melalui Konstruksi Bangunan
Dalam beberapa tahun terakhir sisi barat daya Jawa Barat sering diguncang gempa berkekuatan kecil dan dangkal. Berita gempabumi terkini yang dikeluarkan Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG), Rabu 18 Desember 2013 pukul 21.14 WIB Sukabumi diguncang gempabumi selama 3 detik berkekuatan 4,5 Skala Richter, pusat gempa berada di darat (6,880 LS 106,850 BT) dengan kedalaman 5 km dan berjarak 8 km ke arah baratdaya dari kota Sukabumi. Sinyal getaran gempabumi tersebut dapat direkam dengan baik di Stasiun Geofisika Jakarta. BMKG menyebutkan bahwa gempabumi ini dirasakan sampai wilayah Sukareja, Sukabumi, Puncak, dan Bogor dengan intensitas III MMI. BPBD Sukabumi menyatakan 311 unit rumah rusak di kecamatan Nagrak.
Masih melekat pada ingatan kita gempabumi yang terjadi di bogor satu tahun lalu pada Minggu 9 September 2012 dini hari pukul 01.27 WIB berpusat di darat (6,70LS 106,670 BT) dengan kedalaman 10 km berjarak sekitar 31 kilometer baratdaya kabupaten Bogor, merusak 341 bangunan di kabupaten Bogor dan 117 rumah di kabupaten Sukabumi serta gempabumi darat lainnya yang merusak ratusan rumah.
Menurut pengamatan pribadi dari kantor Stasiun Geofisika Jakarta, BMKG Pusat, sumber gempabumi di selatan Jawa Barat diduga kuat bersumber dari sesar Cimandiri yang laju gesernya 8 mm per tahun. Sesar Cimandiri adalah sesar aktif yang terdapat di Selatan Sukabumi, terbentuk akibat aktivitas subduksi lempeng Indo-Australia dibawah lempeng Eurasia.
Sesar Cimandiri merupakan sesar paling tua, membentang mulai dari Teluk Pelabuhanratu ke timur melalui Lembah Cimandiri, Cipatat-Rajamandala, Gunung Tangkubanprahu-Burangrang dan diduga menerus ke timur laut menuju Subang. Secara keseluruhan, jalur sesar ini berarah timurlaut-baratdaya dengan jenis sesar mendatar hingga oblique (miring). Oleh Martodjojo dan Pulunggono (1986), sesar ini dikelompokan sebagai Pola Meratus.
Namun pendapat berbeda dikemukakan oleh ahli gempa dari ITB, Irwan Meilano. Ia mengatakan, ada sesar Walat yang garis patahannya sejajar dengan sesar Cimandiri dari barat ke timur. Ia menduga sesar Walat bergerak sehingga menimbulkan gempa. Di sekitar zona ini sudah beberapa kali diguncang gempabumi, diantaranya gempa Citarik pada 23 Juli 1962 berkekuatan 5 SR, gempa 15 Desember 1991 berkekuatan 3.3 SR, gempa 5 Oktober 1994 berkekuatan 4.9 SR, gempa 3 April 2005 berkekuatan 5 SR, dan gempa 4 Agustus 2005 berkekuatan 4,5 SR.
Data ini tidak boleh diabaikan atau dipandang sebelah
Konstruksi Bangunan Sebagai Quality Control
Perlu diketahui bahwa banyaknya manusia menjadi korban bukan hanya karena besarnya kekuatan gempabumi, tetapi juga karena kerusakan bangunan di sekitarnya. Secara umum penyebab kerusakan bangunan akibat gempabumi adalah faktor topografi, kualitas bahan bangunan, dan kualitas pelaksanaan atau keterampilan pembangunan. Tinjauan khusus bangunan tahan gempa harus menjadi pekerjaan rumah bagi pemerintah dengan memahami geologi regional, kerentanan wilayah, dan percepatan tanah maksimum di wilayah kabupaten Bogor dan Sukabumi.
Tindakan preventif yang harus dijadikan agenda ke depan adalah mengambil data, menganalisa, dan menentukan kebijakan khusus dalam rangka mitigasi bencana. Koordinasi dengan seluruh insinyur sipil dalam perencanaan pembangunan juga harus digarisbawahi mengingat masih banyak oknum yang tidak memperhatikan lifetime building karena ingin meraup keuntungannya semata. Tidak dapat dipungkiri pembangunan akan selalu dilakukan di seluruh tempat, namun bangunan tersebut akan menjadi bangunan pembunuh yang sewaktu-waktu dapat runtuh bila tidak mempertimbangkan lingkungan di sekitarnya. Alangkah lebih baik jika semua bangunan dirancang tahan gempabumi.
Bagi masyarakat prabencana sebaiknya meninjau ulang ketahanan rumahnya. Pada beberapa kasus terkait bangunan rumah tahan gempa, terdapat sejumlah tipikal permasalahan dan kesalahan struktur-konstruksi yang acapkali dijumpai pada realita pelaksanaan di lapangan. Secara garis besar, permasalahan ditekankan kepada dua macam sistem struktur yang umum ditemui dan digunakan oleh masyarakat dalam mendirikan bangunan, yakni sistem struktur rangka batang dan sistem struktur dinding pemikul. Sistem struktur rangka batang merupakan sistem struktur yang paling banyak dipergunakan oleh masyarakat secara umum karena cara dan metode pengerjaannya yang lebih mudah dan sederhana. Konstruksi yang dipergunakan dapat menggunakan bahan dari beton, kayu, maupun perpaduan antara keduanya. Sedangkan sistem struktur dinding pemikul adalah sistem struktur yang masih banyak dijumpai pada bangunan-bangunan kuno/kolonial dan bersejarah yang masih dipertahankan keberadaannya.
Bagi masyarakat pasca bencana, yang umumnya dilakukan pertama adalah perbaikan (repair) seperti menambal retakan pada tembok, memperbaiki saluran air yang rusak , memperbaiki pondasi yang rusak, dan mengatur kembali genteng yang berpindah tempat. Kedua adalah restorasi (restoration) seperti penginjeksian semen baru, penambahan jaringan tulang pada dinding pemikul, dan mengganti dinding yang terbelah. Ketiga adalah penguatan (strengthening) seperti penambahan daya tahan terhadap beban lateral.
Baik masyarakat prabencana ataupun pasca bencana, mitigasi gempabumi berbasis konstruksi bangunan perlu dipahami dan diterapkan sedini mungkin menimbang bencana alam dating silih berganti tanpa mengenal waktu dan keadaan. Diharapkan timbulnya pola pikir kritis dan tanggap akan bencana dapat bermanfaat demi masyarakat Indonesia yang aman dan nyaman. Salam
Category: LifeStyle
0 comments